KELOMPOK DALAM ORGANISASI
1.
GROUPS IN ORGANIZATION
Organisasi
terdiri dari individu- individu, tetapi hanya beberapa orang-orang dari
kelompok yang bekerja sendirian. Sebagian besar adalah anggota dari beberapa
kelompok yang lebih kecil dalam sistem organisasi sosial. Jadi,meskipun seorang
manajer mungkin memiliki kantor pribadi, tetapi ia masih bagian dari tim
manajemen perusahaan. Selain itu, manajer juga mengidentifikasikan dirinya
dengan (dan dilihat oleh pihak lain sebagai bagian dari) kelompok karyawan
tertentu yang tugas pekerjaan kelompok itu merupakan tanggung jawabnya.
Karyawan yang tidak manajer juga merupakan bagian dari kelompok tadi ; mereka
adalah anggota dari tim-tim kerja,departemen atau divisi tertentu. Beberapa ada
juga yang menjadi anggota serikat pekerja. Dengan kata lain, organisasi
dipandang oleh kebanyakan orang sebagai satu kumpulan kelompok bukan sebagai
koleksi individu.
Formal
And Informal Work Groups
Setiap anggota
organisasi dipandang oleh orang lain sebagai anggota suatu kelompok dalam
organisasi tersebut. Kelompok itu mungkin didefenisikan secara bebas dan luas
seabagai “manajemen”,atau secara lebih tertentu sebagai “Tim Proyek A”.
Kelompok ini didefenisikan berdasarkan
kerja yang dilakukan oleh anggota kelompok tersebut dan dinamakan
kelompok formal ; seperti juga tim di
Air Force Base Flight Physical di bentuk
dengan sengaja untuk tujuan tertentu. Contoh lain kelompok formal dalam
organisasi adalah komite,kelompok berbagai macam pekerja dan dewa direksi.
Kelompok demikian seringkali dinamakan sebagi kelompok tugas.
Kelompok
informal adalah kelompok yang dibentuk berdasarkan kesukaan individu atau
kemiripan minat,latar belakang, dan karakteristik pribadi. Dalam organisasi
kelompok demikian mungkin merupakan bagian dari kelompokkerja formal. Terdapat
juga kelompok yang mungkin tidak mempunyai tugas tertentu. Contoh, empat dari
lima penjual mobil dapat bersahabat dan makan siang bersama serta berbagi
petunjuk mengenai calon pelanggan. Orang kelima mungkin bersahabat denga salah
satu dari mereka, tetapi
ia tidak mengikuti aktivitas mereka. Ia bisa saja merupakan anggota dari
kelompokinformal lain yang anggotanya terdiri atas seorang montir,seorang
pemegang buku,dan seorang pramuniaga pada perusahaan agen mobil. Mereka
bersama-sama mempunyai minat dalam bola basket.
Reference
Groups
Sebagian besar orang
adalah anggota dari sejumlah kelompok informal dan formal baik di dalam maupun
di luar organisasi,tetapi beberapa diantaranya lebih penting. Kelompok
yang secara pribadi penting bagi
seseorang dinamakan kelompok referensi. Contoh, manajemen tingkat atas dalam
sebuah organisasi mungkin merupakan
kelompok referensi bagi seorang calon manajer. Pendapat,sikap dan keyakinan
mereka (seperti hubungan yang benar antara pekerja dan manajer) sebagian di
bentuk oleh pendapat mereka yang ada dalam kelompok ini. Tambahan lagi,kesuksesaan karier biasanya
diukur dengan cara membandingkan pribadi-pribadi dalam kelompok yang sama. Jika sebagian besar dari mereka
berusia 40 tahun, maka para calon ini akan merasa bahwa ia harus mencapai
posisi demikian pada saat berusia 40 tahun agar ia sukses.
Pada
contoh tadi di tentukan cara agar kelompok ini harus cukup penting untuk dianggap sebagai kelompok referensi.
Kelompok referensi adalah kelompok
apapun yang digunakan oleh individu sebagai sumber nilai, keyakinan,
atau sikap pribadi, atau sebagai standar
untuk penilaian perilakunya sendiri. Ini merupakan konsep psikologi individu; sebuah kelompok yang merupakan kelompok
referensi bagi seseorang belum tentu merupakan kelompok referensi bagi orang lain,meskipun kedua orang tersebut
kelihatannya sangat mirip. Misalnya the American Psychological Association merupakan kelompok
referensi bagi banyak anggotanya, tetapi tidak semuanya. Bagi beberapa orang, keanggotaan dalam
kelompok ini hanyalah merupakan cara yang baik untuk mengikuti perkembangan
dalam bidang psikologi.
Unions
: A Special Case of Group Membership
Banyak penelitian
mengenai kelompok-kelompok dalam organisasi di pusatkan pula pada kelompok
kecil yang berada dalam perusahaan tertentu. Namun, banyak karyawan yang
menjadi anggota dari kelompok yang
berasal dari luar batas organisasi
ataupun meliputi berbagai kelompok
formal organisasi. Yang paling menonjol dari kelompok identitas tersebut adalah
serikat pekerja (Alderfer & Smith,1982)
Jumlah
anggota serikat pekerja dalam organisasi tertenru ada yang banyak dan ada yang
sedikit,tetapi sekitar 18% dari semua karyawan di Amerika Serikat adalah
anggota serikat pekerja. Bagi mereka sebagian dari norma yang mempengaruhi
perilaku kerja mereka berasal dari luar organisasi yang mempekerjakannya dan
dipertahankan dengan mengidentifikasi diri mereka dengan anggota lain di tempat
kerja. Bagi mereka yang menjadikan serikat pekerja sebagai kelompok
referensi,pengaruh keanggotaan serikat pekerja terhadap untuk kerja,masuk
kerja,perilaku dansikap yang lain sangat besar.
Studi
mengenai mengapa orang bergabung dengan serikat pekerja,hubungan antara serikat
pekerja- manajemen,dan keterbatasan serikat pekerja terhadap berfungsinya
organisasi bukanlah hal yang baru. Dalam banyak studi ini, serikat pekerja
dianggap seolah-olah semuanya sama. Hasilnya kita mempunyai banyak pengetahuan
mengenai perilaku serikat pekerja dan perbedaan antara karyawan yang menjadi
serikat pekerja dan yang bukan anggota,tetapi sedikit sekali pengetahuan
mengenai pengaruh karakteristik serikat pekerja tertentu terhadap perilaku dan
sikap anggotanya.
Hammer
(1978) mendapatkan bahwa serikat pekerja setempat berbeda –beda dalam hal
kekuatannya dan perbedaan ini mempunyai pengaruh yang penting terhadap
sikap,persepsi,dan perilaku para anggotanya.
Temuannya menyatakan bahwa subyek dalam penelitian tersebut merupakan
anggota dari serikat pekerja ,sehingga menjadikan kelompok ini menjadi kelompok
referensi. Keanggotan mereka dalam kelompok ini kelihatannya mempunyai lebih banyak
pengaruh beberapa aspek perilaku mereka dari pada keanggotaan mereka dalam
organisasi. Khususnya, mereka menggangap
supervisor mereka memiliki kekuasaan yang lebih sedikit terhadap mereka
(daripada anggota dari serikat pekerja yang lebih lemah), dan mereka hanya
member sedikit dukungan terhadap tujuan perusahaan. Tambahan lagi,mereka cenderung kurang memperhatikan untuk masuk
kerja pada waktunya, dan juga mereka mendapat nilai yang lebih rendah dalam hal
keramahan dan kerjasama dengan pekerja lain daripada subyek yang lain.
Subyek
dalam penelitian Hammer yang kelihatannya menjadikan serikat pekerjanya sebagai
kelompok referensi menunjukkan pola perilaku konsisten dengan stereotip lama
mengenai “us-versus-them” . Namun seperti dalam kejadian yang di tunjukkan
Ulasan 13-1 sikap seperti itu terlalu di sederhanakan. Para anggota serikat pekerja yang di jelaskan
dalam ulasan tersebut menunjukkan perilaku serikat pekerja yang biasa. Kelompok yang sama yang menutup pabrik makana
sebagai protes terhadap keputusan manajemen.
Ulasan 13-1 Kelompok
kerja dapat membantu atau menghambat organisasi
Pada musim semi 1979 di
sebuah kota di bagian Barat-tengah Amerika Serikat,sebuah kelompok kecil
pekerja yang berpengaruh memimpin rekan sekerjanya di pabrik pengolahan makanan
untuk melakukan pemogokan liar. Mereka memprotes keputusan manajemen untuk
mengikuti pedoman anti inflasi dari Presiden Carter yang membatasi kenaikan
gaji sampai 7%. Lima hari piket yang dilakukan berhasil menutup pabrik
tersebut. Ribuan pon makanan yang tidak diolah mulai membusuk. Pada hari
ketiga, hujan dengan hawa yang hangat jatuh di seluruh bagian sebelah atas
Barat-Tengah Amerika Serikat dan menyebabkan mencairnya salju dan es dalam
jumlah yang mencapai rekor. Pada hari kelima dikeluarkan peringatan akan
kemungkinan terjadinya banjir di daerah tersebut. Pada hari ke enam kemungkinan
tersebut semakin besar, dan kelompok tersebut memanggil kembali para pekerja
untuk kembali ke pabrik. Di sana selama dua hari penuh tanpa berhenti mereka
bekerja memindahkan bahan baku dan karung-karung untuk mempersiapkan pabrik
menghadapi banjir. Karena usaha mereka, maka pabrik tersebut terhindar dari
kerusakan yang lebih parah dan dalam waktu dua hari setelah banjir
mereda,pabrik tersebut sudah dapat beroperasi lagi. Para pejabat perusahaan
memperkirakan usaha para pekerja tersebut telah menghindarkan biaya perusahaan
sebesar lebih dari dua puluh lima kali dari kerugian yang diakibatkan oleh
pemogokan tadi.
Komitmen
lokal untuk keanggotaan serikat
local dan anggota partisipasi dalam
kegiatannya membuat lokal lebih kuat, dan lebih kuat lokal pernah lebih banyak
pengaruh atas perilaku individu anggota. Karyawan dalam studi dengan palu
dipamerkan perilaku pola yang konsisten dengan stereotypes tentang us-versus-them
saat mental dari anggota serikat. Seperti rentetan peristiwa dijelaskan dalam
menunjukkan 13-1 menggambarkan, namun, stereotip, ini seperti kebanyakan,
adalah disederhanakan.
Anggota
Serikat di pabrik pengolahan makanan Midwestern mereka mengikuti pameran dari
“perilaku khas serikat pekerja”(dalam pikiran banyak orang-orang yang bukan
serikat pekerja) dengan perilaku yang sangat berbeda. Kelompok yang sama dari
individu menutup tanaman pangan untuk memprotes keputusan manajemen, kemudian
diselamatkan dari banjir. Dibutuhkan lebih dari ide-ide peniru tentang serikat
pekerja untuk menjelaskan kejadian tersebut. Apakah cerita itu benar-benar
menggambarkan bahwa kadang-kadang memfasilitasi kelompok dalam organisasi dan
kadang-kadang menghalangi pencapaian tujuan organisasi, dan kelompok yang sama
dapat melakukan keduanya pada berbagai point pada waktunya.
Fakta
bahwa kelompok dalam cerita di pameran 13-1 kelompok serikat pekerja menarik,
mengingat cara banyak orang berpikir bahwa Serikat pekerja, tapi itu tidak
penting untuk hal itu. Semua kelompok memiliki potensi untuk membantu atau
menghalangi organisasi; Jika anggota mereka, seperti banyak anggota serikat
pekerja, sangat tertarik ke grup (yaitu jika sebuah kelompok referensi untuk
sebagian besar anggota) potensi ini lebih cenderung terwujud.
Untuk
ikhtisar, setiap orang dapat memiliki beberapa referensi kelompok, baik dalam
dan keluar dari organisasi. Pentingnya kelompok-kelompok semacam para psikolog
adalah bahwa kepentingan pribadi mereka memberi pengaruh besar dari organisasi
norma, aturan, kebijakan, dan kepemimpinan. Kedepannya, tenaga kerja yang
membuat ini mungkin untuk kelompok untuk mengerahkan apa yang dapat pengaruh
yang sangat besar pada bagian anggota perorangan dikaji.
2.
GROUP
INFLUENCES ON INDIVIDUAL BEHAVIOUR
Kenyataan bahwa keanggotaan
kelompok dapat mengubah perilaku individu adalah fenomena yang sudah lama ada
dan merupakan salah satu penelitian yang berpengaruh dalam bidang psikologi
(Baratta & McManus, 1992; Kamada & Davis, 1990; Sheppred, 1993).
Pengaruh kelompok ini dapat membuat para anggotanya melakukan hal-hal dalam
perusahaan yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan
kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku anggotanya ketika tidak ada anggota
lain di sekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali, terutama dalam
kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan (kohesivitas) yang tinggi.
Group
Cohesiveness
Kohesivitas kelompok
mengacu pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik antara satu dengan
lainnya dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang
kohesivitasnya tinggi, setiap anggota memiliki komitmen yang kuat untuk
bersama-sama mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok-kelompok yang berbeda
kohesivitasnya,banyak yang tidak pernah mencapai tahap saling tarik-menarik dan
tidak mencapai komitmen bersama yang mencirikan kohesivitas yang kuat.
Hal-hal
lain diluar mempunyai keadaan yang sama, kohesivitas yang lebih besar
berkembang dalam kelompok yang relatif kecil, yang agak sulit untuk dimasuki
daripada kelompok yang kompetitif dan yang mengikuti mode. Kesempatan bagi
anggota grup untuk berinteraksi dengan satu sama lain juga sering membantu
mengembangkan kohesivitas kelompok tersebut. Selain itu, terdapat bukti yang
mengatakan bahwa kinerja kelompok yang sukses dapat membantu meningkatkan
kohesivitas kelompok (Mullen & Copper, 1994).
Akhirnya
para psikolog sosial menyadari bahwa kohesivitas kelompok yang lebih besar
terdapat di dalam kelompok-kelompok di mana ada banyak kemiripan sikap,
pendapat, nilai-nilai dan perilaku di antara
para anggotanya. Pada tahap awal
dari perkembangan kelompok, tingkat kemiripan ini mengurangi kemungkinan
terjadinya konflik interpersonal yang memecah kelompok tadi menjadi
fraksi-fraksi yang lebih kecil atau bahkan dapat menghancurkan itu sepenuhnya.
Setelah proses pengembangan berlangsung selama beberapa waktu, kelompok
tersebut dapat menerima perbedaan pendapat yang lebih besar mengenai masalah
tertentu. Pada saat yang sama kelompok tersebut mulai mencapai kesepakatan
mengenai ciri kelompok serta bagaimana kelompok ini berbeda dengan kelompok
yang lain.
Perbedaan
persepsi tentang kelompok sendiri dan kelompok lain diilustrasikan dalam studi
mengenai hubungan antarkelompok di sebuah perusahaan besar (Alderfer &
Smith, 1982). Pendapat mengenai tujuan dan nilai-nilai dari dua kelompok
organisasi, dilihat dari anggota kelompok sendiri dan kelompok memiliki anggota
dan anggota kelompok lain seperti yang diperlihatkan di dalam ulasan 13-2.
Perhatikan kesamaan persepsi anggota dalam masing-masing kelompok dan perbedaan
persepsi ini dengan persepsi anggota kelompok lain. Sebagai contoh, 64% dari para anggota white Foremen’s Club
(WFC) sepakat bahwa Black
Managers Association (BMA) adalah organisasi anti ras; hanya 16%
anggota BMA yang sepakat dengan pernyataan ini.
Meskipun
perbedaan komposisi ras antara kedua kelompok dalam studi Alderfer dan Smith
mungkin meningkatkan perbedaan persepsi, namun harus diperhatikan bahwa kedua
kelompok tersebut memiliki banyak persamaan satu terhadap yang lain. Semua
anggota dari kedua kelompok tersebut adalah karyawan organisasi yang sama, dan
semua itu mempunyai tingkat yang mirip dalam hirarki manajemen organisasi.
Meskipun Black
Manager’s Association tidak membatasi keanggotaannya pada
manajemen tingkat pertama seperti yang dilakukan White Foremen’s Club,
tetapi sebagian besar dari Black Manager’s Association pada kenyataannya berada
pada tingkat ini.
Ulasan 13-2
Item: White Foremen’s Club
bekerja untuk meningkatkan kondisi kerja bagi para anggotanya.
% WFC setuju: 86% BMA
setuju: 75
Item: Black Manager’s Association
bekerja dengan top manajemen untuk memecahkan masalah rasial dalam XYZ.
% WFC setuju: 84% BMA
setuju: 81
Item: Foremen’s Club adalah
pada dasarnya sebuah organisasi sosial.
% WFC setuju: 85% BMA
setuju: 57
Item: Black Manager’s Association
adalah pada dasarnya sebuah organisasi sosial.
% WFC setuju: 43% BMA
menyetujui; 34
Item: Foremen’s Club
adalah pada dasarnya organisasi rasis.
% WFC setuju: 23% BMA
setuju: 53
Item Black Manager’s Association
adalah pada dasarnya organisasi rasis.
% WFC setuju: 64% BMA
setuju: 16
* WFC: White Foremen’s Club
* BMA: Black Manager’s
Association
Kemiripan pendapat mengenai
kelompok sendiri dan kelompok lain yang diilustrasikan pada ulasan 13-2 adalah
salah satu aspek bagaimana anggota kelompok patuh terhadap norma-norma
kelompok. Norma-norma ialah standar yang tidak tertulis mengenai perilaku,
nilai-nilai dan sikap yang tumbuh dari interaksi antar kelompok. Semakin tinggi
kohesivitas kelompok, semakin kuat norma-normanya dan semakin besar kemungkinan
memaksakan individu mengikuti norma kelompok tersebut.
Norms
in Organizational Groups
Organisasi adalah sebuah
kelompok yang besar dan dengan demikian memiliki norma-norma yang mempengaruhi
perilaku para anggotanya. Norma-norma ini merupakan komponen yang kuat dari
budaya organisasi. Namun sebagian besar organisasi terlalu besar untuk menjadi
kelompok-kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi dan sebagian
besar norma-norma yang kuat untuk karyawan sebagai individu berasal dari
kelompok formal maupun informal yang lebih kecil. Beberapa norma-norma yang
dijelaskan oleh berbagai anggota dari satu organisasi diperlihatkan dalam ulasan
13-3.
Ulasan 13-3
ü Membela
atasan anda jika seseorang di luar kelompok anda mengkritiknya.
ü Mulai
merapihkan tempat kerja15 menit sebelum waktu pulang yang resmi
ü Meninggalkan
tempat kerja dalam keadaan yang bersih setiap malam
ü Ambil
sendiri kertas, pena, gunting, atau apa pun yang anda perlukan untuk digunakan
di rumah
ü Jangan
memakai penutup telinga ; alat itu hanyalah bagi wanita
ü Jika
Anda membutuhkan bantuan, mintalah pada rekan kerja bukan atasan
ü Jangan
pernah memakai seragam yang kotor untuk bekerja
Norma-norma yang tercantum
dalam ulasan 13-3 berkaitan dengan berbagai macam perilaku yang berbeda. Norma
tersebut juga bervariasi dalam hal ketentuannya. Untuk norma ini, seperti
halnya juga untuk sebagian besar lainnya biasanya terdapat sejumlah perilaku
yang sesuai dengan kelompok yang bersangkutan. Membawa pulang komputer desktop
mungkin berada di luar norma kelompok ini, tetapi kita dapat mengharapkan bahwa
kelompok ini akan mengecualikan reaksinya terhadap anggota lain yang membawa
pulang kertas copy.
Tidak
hanya ada variasi dalam hal perilaku yang dianggap sesuai mematuhi norma-norma
kelompok, tetapi ada juga variasi dalam hal kekuatan persetujuan atau
ketidaksetujuan kelompok. Model yang menggabungkan kedua-dua macam perilaku dan
kekuatan persetujuan tersebut berkaitan dengan norma-norma kelompok seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 13-1 tentang “return potential curve”. Norma yang
digunakan untuk melukiskan konsep ini adalah mengenai absen dari kerja tanpa
alasan.
Diagram
pada gambar tersebut menunjukkan bahwa persetujuan maksimum (kembali) dari
kelompok ini berkaitan dengan beberapa absen tanpa alasan per tahun (titik a).
Persetujuan kelompok berubah menjadi ketidak-setujuan jika terlalu sedikit absen
yang diambil (titik b) dan sangat tidak disetujui jika terlalu banyak yang
diambil (titik c). Logika mengenai hal ini dipandang dari sudut kelompok jelas
sekali. Jika hari tidak kerja terlalu
sedikit diambil oleh seseorang, maka orang-orang yang mengambil terlalu banyak
akan kelihatan buruk. Jika terlalu banyak diambil, anggota kelompok harus
mengambil alih beban kerjanya.
Dalam
gambar 13-1, tingkat perilaku yang dapat diterima dalam hal norma mengendalikan
absensi tanpa alasan ialah antara 2 sampai 6 hari setiap tahun (garis
putus-putus d). Dalam kelompok kerja yang kohesivitasnya tinggi, standar ini
mungkin sama kuatnya (atau bahkan lebih) dibandingkan dengan aturan organisasi
mengenai kehadiran. Pengaruh signifikan norma-norma kelompok pada kedua ketidakhadiran
dan perilaku keterlambatan anggota mereka telah ditunjukkan dalam banyak studi
(Blau, 1995; Mathieu & Kohler, 1990). Penyesuaian anggota kelompok dengan
norma merupakan bagian yang harus dibayar sebagai penghargaan untuk diterima ke
dalam suatu kelompok.
3.
GROUP
INFLUENCES ON WORK BEHAVIORS AND ATTITUDES
Norma merupakan faktor
utama dalam suatu kelompok yang mempengaruhi perilaku anggotanya. Suatu pelanggaran terhadap norma
akan dikenakan sanksi/hukuman. Pelanggaran
norma dapat mencangkup pengkambinghitaman, ejakan, mengabaikan, hukuman fisik,
atau pengusiran dari kelompok. Beberapa sikap dan perilaku kerja ditemukan para
peneliti di pengaruhi oleh keanggota kelompok, dimana akan dibahas pada bagian
ini.
Influence
On Performance
Kemampuan sebuah
kelompok kerja untuk mempengaruhi kinerja masing-masing anggotanya mendapat
perhatian luas dalam percobaan Hawthorne (Roethlisberger & Dickson,1939).
Penelitian ruang kabel bank
mengungkapkan adanya dua standar produksi, yaitu : standar dari perusahaan
dan lainnya yang lebih rendah standarnya yang mewakili norma kelompok kerja
yang memasang kabel terminal pada fase produksi ini.
Para
peneliti Hawthorne mengumpulkan banyak data menarik tentang proses sosial di
antara karyawan dalam ruang kabel bank . Antara lain, mereka menemukan dua
kelompok dengan dua set norma yang berbeda tentang perilaku yang sesuai di
tempat kerja. Mereka juga menemukan ada beberapa individu tidak memiliki
kelompok, tetapi semua karyawan mematuhinya smapai tingkat tertentu.
Fenomena
yang telah diobservasi 60 tahun yang lalu, sedemikian umumnya, sehingga
mempunyai nama sendiri. Pembatasan kerja
secara khusus mengacu pada batas- batas produksi yang ditetapkan oleh
norma-norma kelompok kerja. Ini adalah fenomena umum bahwa banyak orang berpikir ini hanya sebagai
arah yang mempengaruhi kinerja kelompok dalam beroperasi. Namun yang sebenarnya
justru lebih rumit. Studi ruang kabel abnk oleh Hawthorne merangsang minat
untuk meneliti sifat norma kelompok dan dampaknya terhadap kinerja individu
anggota kelompok. Secara keseluruhan,studi ini mengungkapkan bahwa beberapa
kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan tinggi mempunyai norma kerja negatif
(dari perspektif manajemen) dan beberapa yang positif. Akibatnya,
kelompok-kelompok yang demikian mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para
anggotanya, maka kelompok tersebut cenderung merupakan kelompok yang paling
produktif atau paling tidak produktif dalam organisasi (seahor,1954)
tergantung, apakah norma tadi mendukung atau mengganggu harapan organisasi pada
kinerja. Konsisten dengan diskusi kita mengenai keseragaman dalam kelompok yang
memiliki rasa kebersamaan, maka norma kinerja berfungsi untuk mengurangi
varians dari kinerja individu. Banyak eksperimen dan studi kasus mengenai
pengaruh kelompok pada prestasi kerja yang berfokus pada volume produktifitas ,
tetapi kelompok juga mempengaruhi
perilaku anggota lain yang berhubungan dengan kinerja. Ada norma mengenai
bagaimana hal itu harus dilakukan dan berapa banyaknya. Contoh umumnya adalah :
beberapa perusahaan memiliki norma-norma kinerja yang mendorong praktek kerja
yang berbahaya dan dapat membahayakan keselamatan individu. Termasuk dalam
norma metode kerja lain adalah hal-hal berikut ini:
a. Kaidah-kaidah
tentang penggunaan sumber daya: “jangan khawatir mengenai pemborosan –
perusahaan mampu mengatasinya”
b. Kaidah
tentang tugas prioritas : “kita selalu melakukan pekerjaan Clark terlebih
dahulu”
c. Kaidah-kaidah
tentang pengobatan pelanggan : “pelanggan muda tidak pernah membeli apapun –
tolak mereka”
d. Mempelajari
norma-norma tersebut merupakan bagian
dari proses bagi pendatang baru agar dapat diterima sebagai bagian dalam
kelompok kerja (sosialisasi), seperti ilustrasi pada Exhibit 13–4.
Influences
On Satisfaction
Roy (1959-1960)
menemukan studi klasik mengenai pengaruh kelompok terhadap kepuasan kerja para
anggotanya. Dalam suatu laporan yang terkenal dengan sebutan “Banana Time” dimana
Roy meneliti sebuah kelompok kerja yang terdiri dari 4 orang. Tugas dari
keempak anggota kelompok tersebut adalah membentuk plastik menjadi berbagai
bentuk dengan mesin khusus. Pekerjaan tersebut dilakukan secara beulang-ulang
dan hannya sedikit variasi dalam 12 kerja.
“Banana
Time” ini adalah sebuah pola interaksi sosial. Dimana seorang anggota kelompok
mengambil pisang yang dibawakan oleh anggota lain untuk menjadi makan siang.
Setiap hari hal ini terjadi. Suatu
ketika seorang anggota kelompok dengan cerdik mengambil pisang yang
dibawakan oleh anggota lain, sehingga terjadi protes dari anggota lain yang
diambil makanannya, dan peran orang ketiga untuk memberikan solusi atau pun
teguran bagi anggota yang mengambil pisang tersebut. Sehingga dengan banana
time ini terjadi interaksi antar anggota kelompok. Selain itu ada juga
kebalikannya yaitu “Peach Time”. Dimana dalam peach time ini stuktur interaksi
sosialnya sama. Namun, yang membedakannya anggota kelompok secara bersama-sama
berbagi buah peach yang dibawakan seorang anggota.
Terdapat
banyak juga sejumlah tema percakapan baik yang serius hingga yang lucu. Roy membicarakan
mengenai arti dari waktu, tema, dan berbagai permainan kerja (misalnya
mematikan mesin setiap kali seorang anggota meninggalkan tempat kerja) pada
pengaruhnya dengan kepuasan kerja. Dalam kelompok ini interaksi sosial
digunakan untuk memasukkan sedikit kepuasan ke dalam situasi kerja tertentu
yang membosankan. Roy menemukan sendiri bahwa interaksi ini ( yang pada awalnya
kelihatan baginya sama sekali tidak berarti, terlihat bodoh dan menyakitkan)
ternyata memberikan dukungan psikologis untuk membuat hari-hari yang panjang
terlihat menyenangkan.
Influences
On Job Adjustment
Antara kinerja dan
kepuasan kerja telah menjadi pusat perhatian penelitian mengenai pengaruh
kelompok terhadap tanggapan kerja karyawan. Namun, terdapat juga jenis
penyelidikan yang lain. Contoh : telah ditunjukkan bahwa aspek sosial dari
kerja yang dijelaskan dengan transparan oleh Roy mungkin membantu mengatasi
masalah tidak masuk kerja, keluar-masuknya karyawan, dan tekanan kerja.
Mossholder,
Bebeian, Armenakin (1982) menyelidiki gagasan ini dengan melihat hubungan
antara : interaksi anggota kelompok dan pernedaan individual dalam harga diri
dan salah satu dari :
a. Kinerja
b. Tekanan
kerja yang dialami
c. Kecenderungan
meninggalkan pekerjaan
Penilaian
atasan digunakan untuk mengukur kinerja. Dan untuk mengukurnya digunakan
angket, dimana yang diukur adalah harga diri subyek, interaksi kelompok setara
(PGI-Peer Group Interaction). Seperti yang dihipotesakan oleh Mossholder dan
rekan-rekannya, misalnya subyek adalah perawat di sebuah rumah sakit. Semua
subyek yang melaporkan adanya interaksi sosial yang tinggi di antara anggota
kelompok kerjanya melaporkan adanya lebih sedikit ketegangan kerja dan lebih
kecil kecenderungan mengundurkan diri (grafik a dan b). Namun seperti yang
ditunjukkan oleh garis yang lebih curam untuk subyek dengan harga diri
rendah,hubungan ini lebih kuat untuk subyek ini daripada subyek dengan harga
diri tinggi. Dengan cara yang sama, maka hanya kinerja perawat dengan harga
diri rendah ditemukan mempunyai hubungan dengan interaksi kelompok setara
(grafik c). Kinerja individu dengan harga diri tinggi selalu tinggi tidak
peduli apa yang terjadi dalam kelompok kerja.
Penemuan
yang ditunjukkan dalam gambar 13-2 menunjukkan bahwa keanggotaan kelompok
mungkin mempunyai pengaruh yang penting terhadap penyesuaian kerja pribadi
untuk karyawan tertentu. Mungkin karyawan dengan harga diri rendah berfungsi
lebih baik dalam situasi kerja yang memerlukan interaksi antar pribadi dan kerja sama tim. Sebaliknya , pekerjaan
yang memerlukan kinerja sendiri mungkin dilaksanakan oleh orang dengan harga
diri tinggi.
Group
Influences in Perspective
Sekarang ini seharusnya
sudah jelas sekali, keanggotaan kelompok adalah faktor yang penting sekali bagi
lingkungan sosial individu baik di tempat kerja maupun di luar itu. Namun tidak
boleh disimpulkan bahwa semua orang sepanjang waktu selalu memenuhi norma-norma
kelompoknya. Seperti yang di catat oleh Jewell dan Reitz (1981) : Kekuatan
psikologis yang menyebabkan seseorang memenuhi atau menyesuaikan diri dengan
suatu norma adalah gabungan yang rumit antara motivasi individu dan harapan
kelompok. Karakteristik individu tertentu, jika digabungkan dengan faktor
situasi tertentu, menghasilkan tanggapan yang ingin bebas atau bahkan anti
penyesuaian terhadap usaha pengaruh kelompok (p.67).
Diantara
berbagai karakteristik individu yang ditemukan berkaitan dengan perlawanan
terhadap pengaruh kelompok pada suatu perilaku adalah harga diri yang tinggi,
nilai-nilai kuat yang mengatasi nilai kelompok , dan rasa percaya diri sendiri
terhadap pengetahuan dan kemampuan sendiri. Reaksi kelompok bila ada individu
yang tidak mau memenuhi norma kelompok dipelajari secara ekstensif. Studi
klasik yang dilakukan Schacter (1951) dan yang lain yang mengikuti caranya kemudian
mengungkapkan pola tertentu. Selang waktu tertentu si penyimpang menjadi pusat
perhatian ketika anggota kelompok mencoba mempengaruhinya untk mematuhi norma
kelompok. Akihirnya setelah beberapa lama mereka menyerah dan si penyimpang
akan diabaikan atau bahkan dikeluarkan dari kelompok.
Pola
yang pertama kali dijelaskan oleh Schacter dimodifikasi dan diperbaiki oleh
penelitian lebih lanjut di bidang ini. Dentler dan Erikson (1959) menunjukkan
bahwa beberapa penyimpang ditoleransi oleh kelompoknya hanyalah untuk membantu
mempertahankan norma kelompok agar jelas dan terdefenisi. Hollander (1964)
memberikan kita analisis rinci mengenai hubungan antara status anggota dalam
kelompok dan sejauh mana si penyimpang ditolerir. Gagasan Hollander yaitu bahwa
anggota kelompok secara inidividu mengumpulkan apa yang dinamakannya kredit
idiosyncratik, sejenis rekening kredit yang akan diperhitungkan dengan tindakan
individu terhadap pemenuhan atau penyesuaian dengan norma kelompok. Semakin
tinggi status individu, semakin besar pula kreditnya. Karena status yang
tertinggi dalam kelompok biasanya adalah pimpinan kelompok , maka biasanya ia
dapat melakukan penyimpangan yang cukup besar dari norma kelompok tanpa
mengalami akibat apapun. Namun , kredit idiosyncratik akhirnya akan habis oleh
tindakan-tindakan, yang tidak memenuhi norma kelompok, bahkan pimpinan kelompok
mendapat sanksi, diabaikan, atau bahkan dikeluarkan oleh kelompok, jika
rekening kreditnya habis atau bangkrut.
4.
GROUP
DECISION MAKING
Disini kita diharapkan
memusatkan perhatian dalam hal mengenai kelompok dan pengaruhnya terhadap para
anggota secara individual. Banyak ahli psikologi lebih tertarik tentang apa
yang dilakukan oleh kelompok tersebut dalam suatu kelompok- dalam hal perilaku
kelompok. Para peneliti telah meneliti
proses perkembangan kelompok, hubungan antar kelompok, dan kemampuan kelompok
untuk melaksanakan tugas dalam mencapai tujuannya.
Kita
dapat mendefinisikan “pengambilan keputusan kelompok” itu ialah menetapkan keputusan
dari kumpulan individu yang berinteraksi dalam berbagai cara (biasanya, namun
tidak selalu dengan tatap muka atau face to face), untuk membuat?mengambil
keputusan kelompok; yaitu sebuah keputusan yang mewakili consensus kelompok.
Keputusan ini mungkin berupa pilihan (misalanya menentukan mana dari dua lokasi
yang akan menjadi lokasi pabrik yang baru),penyelesaian masalah (misalnya, apa
yang harus dilakukan untuk masalah keluar masuknya karyawan yang tingg), atau
munkin berupa satu atau lebih rekomendasi (misalnya, untuk langkah-langkah yang
harus diambil untuk membuat dokumentasi personalia yang efektif).
Peningkatan
penggunaan “kelompok” sebagai cara untuk
pengambilan keputusan merupakan karakteristik organisasi modern yang menonjol.
Perencana, forecasting , penentu kebijakan dan penyelesaian masalah adalah
aktivitas yang dulunya didelegasikan kepada individu dalam organisasi. Namun
sekarang telah berubah menjadi tim peneliti, komisi, gugus tugas, kelompok
penasihat dan komite dari bebagai struktur,
ukuran dan tujuan.
Dapat
dipastikan bahwa kelompok memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengambil
keputusan, bila dibandingkan dengan seorang individu saja yang mengambil
keputusan. Jika waktu adalah uang, maka tentu saja keputusan kelompok memerlukan
biaya yang lebih tinggi daripada keputusan individu. Pertanyaan yang mestinya
ditanyakan: “Mengapa masih cenderung ke arah pengambilan keputusan kelompok
dalam organisasi?” Jawaban yang tepat terletak pada adanya harapan dalam
kualitas dan diterimanya keputusan kelompok.
The
Quality Assumption
“Dua kepala lebih baik
dari satu” adalah ungkapan peribahasa lama yang menujukkan keyakinan, bahwa dua
atau lebih orang seharusnya dapat membuat/mengambil keputusan yang lebih baik
(lebih akurat, efektif, dan kreatif) daripada satu orang. Penggunaan kelompok
dalam membuat keputusan harus didasarkan atas prinsip yang sama. Bila ada lebih
banyak orang yang mengerjakannya, maka seharusnya terdapat lebih banyak
informasi dan pengalaman yang tersedia untuk membuat keputusan. Bahkan jika
satu orang saja yang mengetahui lebih terhadap subyek tertentu, yang terbatas
namun unik, dapat mengisi kesenjangan yang ada. Tambahannya, peerbedaan
pandangan yang dinyatakan para anggota dapat merangsang daya pikir dan
mengeluarkan lebih banyak gagasan mengenai masalah-masalah yang ada. Gagasan
bahwa kelompok seharusnya membuat keputusan yang lebih baik dari individu dapat
dilihat dari berbagai hal yang telah disebut, semua itu telah diteliti selama
bertahun-tahun. Kesimpulan lama dari penelitian tersebut cukup terbilang
stabil, dan bahkan berlaku pada metode dan analisis eksperimental yang lebih
modern dan canggih (misalnya Cooke &
Kernaghan, 1987).
Kesimpulan
dasar tentang perbandingan individu dengan kelompok dalam hal mana yang lebih
baik dalam membuat keputusan adalah keputusan kelompok berbeda dari keputusan
yang dibuat oleh orang yang sama jika bertindak sebagai individu (Cartwright,
1973).Namun apakah keputusan kelompok lebih baik atau tidak dari keputusan
individu tergantung pada beberapa faktor.
Proses Kelompok:
Komunikasi
Kepemimpinan
Pengaruh
Kerjasama
Persaingan
|
Tujuan
|
Sifat
dari Tugas
|
Sifat dari Tugas
Lebih
dari lima puluh tahun penelitian telah menghasilkan suatu kesimpulan yang cukup
mendapat dukungan yaitu jenis keputusan kelompok yang lebih baik dibanding
dengan keputusan individu. Masalah dimana kelompok cenderung membuat keputusan
lebih baik dari pada, bahkan individu yang terbaik dari kelompok itu, mempunyai
dua karakteristik, yaitu:
a.
Masalah itu terdiri
dari beberapa bagian
b.
Bagian-bagian tersebut
sangat dipegaruhi oleh pembagian kerja.
Contoh kasus yang
terdiri dari beberapa bagian yang memenuhi kriteria untuk memungkinkan
pembagian kerja adalah pemilihan rute baru bagi bis sekolah. Keputusan ini jika
ingin efektif, memerlukan pengetahuan mengenai distribusi penduduk, pola arus
lalu lintas, keamanan dalam keadaan darurat, peta jalan politik setempat,
aturan pemerintahan setempat, biaya operasi dan banyak fakta lain. Untuk
mendapatkan dan mengambil kesimpulan dari demikian banyak informasi merupakan
tugas yang berat bagi seorang individu,
namun sebenarnya tidak perlu demikian. Sebuah kelompok dapat
menghasilkan solusi yang memuaskan bagi masalah ini dengan mengumpulkan
informasi dan mengombinasikan penyelesaian dari berbagai bagian.
Namun
apakah semua hal lebih baik dilakukan oleh kelompok? Jawabannya “tidak”.
Muncullah pertanyaan berikutnya yaitu, “jenis tugas apa yang di dalam
organisasi yang sehrusnya tidak dilaksanakan oleh kelompok?” Maka jawaban yang
tepat, masalah ynag terdiri dari beberapa tingkatan (bukan beberapa bagian)
yang “memerlukan pemikiran melalui sederetan langkah atau tingkat yang saling berkaitan,
menganalisis sejumlah aturan pada masing-masing titik, dan selalu mengingat
kesimpulan yang diambil dari titik-titik sebelumnya.” (Kelley & Thilbaut,
1969, pp 60-70). Masalah demikian tidak berlaku untuk pembagian kerja dan
banyaknya jumlah pemikiran yang mungkin diikutis seorang individu membuatnya
sukar menunjukan keuntungan penyelesaian yang dipilih. Dalam sebagian besar
organisasi , perencanaan jangka panjang dan keputusan mengenai kebijaksanaan
yang utama termasuk dalam kategori ini. Dalam situasi seperti ini, kelihatannya
para anggota kelompok pengambil keputusan akan saling mengganggu bukannya
saling membantu.
Komposisi
Kelompok
Kelompok yang terdiri dari anggota yang sangat kompeten dan
beriorientasi terhadap tugasnya dapat diharapkan untuk menghasilkan keputusan
yang lebih baik daripada kelompok yang tidak mempunyai anggota seperti itu. Tetapi kompetensi dan orientasi terhadap
tugas bukanlah segalanya. Penting juga komposisi kelompok tersebut harus agak
heterogen jika diingini keputusan yang
lebih baik.
Kelompok
heterogen terdiri dari individu yang mempuyai tingkat atau jumlah keahlian atau
karakteristik yang berbeda-beda. Kelompok homogen terdiri atas anggota yang
mempuyai keahlian atau karakteristik yang mirip. Jelas sebagian besar kelompok
adalah heterogen dalam hal keahlian dan homogen dalam hal yang lain. Contoh ,
sebuah kelompok karyawan wanita yang di pilih secara acak dari perusahaan
asuransi yang besar akan homogen dalam hal jenis kelamin, tetapi heterogen
dalam hal kecerdasan,pengalaman kerja,karakteristik kepribadian,dan
selanjutnya.
Para
ahli psikologi telah menyelidiki pangaruh keanekaragaman atau kesamaan kelompok
terhadap kualitas keputusan kelompok dalam berbagai ciri dan berbagai situasi.
Implikasi dari penelitian ini sudah jelas; lebih banyak kelompok heterogen
cenderung melebihi unjuk kerja kelompok homogen,apapun ciri yang diperiksa atau
sifat dari situasi pengambilan keputusan. Kesimpulan ini konsisten seluruhnya
dengan penyataan dasar, bahwa sumber kelebihan dalam pembuatan keputusan
kelompok adalah perbedaan antar individu.
Ukuran Kelompok
Ukuran kelompok
mempunyai konsekuensi penting dalam
hasil pembuatan keputusan. Semakin besar ukuran kelompok, semakin sulit
komunikasi yang terjadi. Kesempatan setiap anggota untuk ikut berperan semakin
menurun,dan kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh beberapa individu semakin
meningkat. Kemungkinan terbentuknya subkelompok dengan tujuan yang berbeda akan
semakin meningkat membesarnya ukuran
kelompok,terutama jika jumlah kelompok genap. Sebagai pedoman yang sederhana,
mungkin yang paling efektif adalah membentuk kelompok pengambil
keputusan,tergantung dari kebutuhan situasi.
Pada
saat ini mungkin kita menyimpulkan bahwa jika kita mengumpulkan sejumlah kecil
individu-individu yang berbeda-beda tingkat kecerdasannya dan memberikan mereka
tugas yang terdiri dari beberapa bagian yang dapat dibagi pekerjaannya, maka
keputusan yang dapat dicapai kelompok itu akan lebih baik daridapa keputusan
yang mungkin dikembangkan oleh salah satu anggota secara sendirian. Hal ini
mungin benar , tetapi masih terdapat berbagai macam kelompok yang dapat
menghalangi terealisasinyapotensi ini karena mengganggu komunikasi yang
diperlukan dalam penggunaan sumber daya kelompok.
Group Goals
Kondisi pertama yang
diperlukan agar pandangan yang berbeda-beda di dengar dan dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan ialah kelompok tersebut harus diorganisasi
yaitu dalam arti tujuan bersama lebih penting daripada tujuan individu.
Para anggota yang menggunakan kelompok sebagai alat pertunjukan bakat individu
mungkin akan menguasai diskusi mamaksakan gagasannya sediri tanpa mendengarkan
yang lain atau menolak mendukung gagasan yang bagus yang datang dari orang lain
memikirkan kelihatan cerdas dan kompeten dihadapkan anggota kelompok lain
daripada memberikan konstribusi yang berguna untuk memecahkan masalah, mungkin
sekali menyembunyikan informasi berharga karena takut ditertawakan atau
diabaikan.
Bahkan
jika kelompok tersebut bersatu dengan tujuan yang sama, mungkin masih terdapat
masalah.sering didefinisikan kembali secara halus atau eksplisit agar supaya
mancapai keputusan yang disetujui oleh semua anggota. “Chris tidak menyukai
pelamar A,dan pat merasa pelamar B tidak mempunyai cukup pengalaman , dan Lee
merasa pelamar C tidak akan cocok. Tidak ada seorang pun yang mempunyai
pendapat yang tegas mengenai pelamar D, karena itu marilah kita tawarkan
pekerjaan yang ada kepada D”.
Group Processes : Leadership and
Communication
Pemimpin, baik diformal
mau pun informal, memegang peranan yang penting dalam kelompok. Seperti telah
diamati oleh Maier, kontribusi seorang pemimpin diperlakukan dengan cara yang
tidak sama dengan kontribusi dari kelompok yang lain. Sejumlah penelitian
menunjukan jika seorang pemimpin kelompok tidak memisahkan fungsinya sebagai
pemimpin diskusi dengan fungsinya memberikan kontribusi dan menilai gagasan,
maka keputusan kelompok besar sekali
kemungkinan akan mencerninkan keinginannya dan bukannya keputusan berdasarkan
pertimbangan kelompok secara keseluruhan. Langkah-langkah penting yang harus
diambil termasuk didalamnya mendorong pengeluaran gagasan secara bebas,
mendesak di dengarnya minoritas, dan mengurangi penilaian yang terlalu awal
terhadap gagasan-gagasan.
Quality Circles and the Quality Assumption
Gugus kualitas adalah
sebuah kelompok yang terdiri dari 6 sampai 10 karyawan yang bertemu secara
teratur untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan masalah kerja. Kelompok ini
umumnya terdiri dari anggota dalam bidang kerja yang sama, ditambah satu atau
supervisor.
Umumnya
di Amerika Serikat gugus kualitas bertemu beberapa jam selama kerja dalam
sebulan. Diskusi terbatas dibidang yang ada hubungannya dengan kualitas kerja.
Masalah seperti penerimaan karyawan,pemecatan karyawan,promosi,gaji,manfaat
tambahan lain,dan masalah pribadi yang sejenis berada diluar batas tadi.
Demikian juga masalah yang dihadapi oleh persetujuan bersama masalah yang
dicapai antara perusahaan dengan serikat pekerja. Kelompok tersebut tidak dapat
menerapkan gagasannya secara langsung; kelompok ini merupakan kelompok yang
memecahkan masalah dengan tugasnya menghasilkan rekomendasi.
Dipekirakan
90% dari perusahaan yang terdaftar dalam Fortuner 500 menggunakan gugus
kualitas pada akhir tahun 80an. Program yang dilakukan di Blue Cross, Hertz
Rent-a-Car,Honeywell, Westing house, IBM, dan XeroX. Konsep tersebut , yang
dibawa ke Amerika Serikat berkaitan dengan minat terhadap manajemen jepang,
mudah sekali di terapkan. Biayanya rendah dan manejrnya sudah perlu melepaskan
kendali. Jadi meminjam konsep gugus kualitas dari Jepang tidaklah sukar dan
kemungkinan bahwa konsep tersebut akan mengembalikan keunggulan Amerika
Serikat, yang kelihatannya kalah dari Jepang, merupakan suatu hal yang tidak
dapat dielakan. Antusiasme telah lahir (Lawler & Mohrman, 1985).
Mungkin
saja hanya merupakan antusiasme, tetapi jika kita menguji konsep gugus kualitas
dari sudut pembahasan kita tentang kelompok pembuat keputusan, kita mendapatkan
bahwa gugusan itu sehat sekali. Seperti yang biasanya diterapkan, gugus
kualitas memenuhi persyaratan ukuran untuk kelompok pembuat keputusan yang
lebih baik. Mereka homogen dalam hal bidang pusat perhatian kerja (misalnya
“manufaktur”), tetapi beraneka ragam dalam hal lain yaitu jenis kelamin, usia,latar
belakang pekerjaan dan pengalaman, dan tugas kerja tertentu. (kita juga dapat
menganggap sebagian besar beraneka ragam dalam hal kecerdasan dan pendekatannya
terhadap masalah).
Akhirnya
konsep gugus kualitas juga memenuhi syarat sebagai situasi, dimana kelompok
mungkin sekali membuat keputusan yang baik, bila ditinjau dari jenis masalahnya
yang biasanya dikerjakanya. Gugus kualitas jarang sekali terlibat dalam
perencanaan jangka panjang atau membuat keputusan mengenai kebijakan yang
penting. Umumnya yang dikerjakan adalah masalah kerja tertentu yang berkaitan
dengan kualitas dan kuantitas produksi, masalah yang umumnya diperoleh
penyelesaian dengan jalan memajukan pengakaman, gagasan, informasi, dan
pandangan pribadi. Contoh tim kualitas di Stuart Servis Center dari Florida
Power & Light dekat Palm Beach
berkumpul bersama seorang pelatih kualitas selama seminggu untuk bertukar
pikiran dan akhirnya menghasilkan metode yang dapat dikerjakan untuk melakukan
servis kabel bawah tanah tanpa harus mematikan listrik.
Ringkasnya
banyak hal yang telah menyebabkan gugus kualitas menjadi kelompok pembuat
keputusan dan dipandang dari perspektif
ini, maka bukanlah satu hal yang mengejutkan mengenai adanya kesuksesan yang
terjadi. Penghematan sebesar setengah juta dolar dalam tiga tahun di Blue Cross
Washington dan Alaska. Namun tidak semua gugus kualitas menghasilkan gagasan
yang berguna. Beberapa malah mengalami kegagalan daripada kesuksesan.
Faktor–faktor yang meyebabkan antara lain perbedaan antara kesuksesan dengan
kegagalan adalah jumlah dan kualitas pelatihan yang diterima para anggota gugus
dalam hal prosedur pembuat keputusan kelompok, keahlian para pemimpin yang
memungkinkan adanya komunikasi kelompok dengan cara yang dijelaskan di muka,
dan komitmen manajemen organisasi terhadap gagasan gugus kualitas. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa setelah beberapa waktu gugus kualitas akan kehilangan
keefektifannya. Dalam salah satu penelitian ditunjukan bahwa dalam tiga tahun
adalah batas waktu untuk dapat mempertahankan manfaat dari pertemuan ini
(Griffin, 1988).
The Acceptability Assumption
Keputusan yang paling
baik di dunia tidak ada gunanya, jika keputusan itu tidak di terima oleh pihak
yang harus menerapkannya. Para ahli ekonomi mengetahui bahwa meningkatkan
tabungan dan mengurangi belanja dalam jangka panjang akan mengurangi tekanan
inflasi. Namun penerapan solusi ini
tergantung pada jutaan orang yang dalam jangka pendek kehilangan jumlah
uang bila tingkat inflasi lebih tinggi
dari bunga tabungan. Hal ini mengakibatkan
mereka lebih baik belanja daripada manabung, sehingga pengetahuan akan
solusi masalah ini tidak ada gunanya.
Pentingnya
dukungan untuk kepputusan-keputusan merupakan salah satu alasan lain
meningkatnya penggunaan kelompok pembuat keputusan kelompok dalam organisasi.
Karena selama pembuatan keputusan kelompok memperbolehkan keikutsertaan dan
pengaruh individu,maka lebih banyak anggota yang mungkin sekali menerima
keputusan yang dibuat oleh kelompok tersebut daripada keputusan yang dibuat
oleh seorang individu.bahkan sebagian atau semua orang yang harus menerapkan
solusi tersebut bukan merupakan bagian dari kelompok tersebut, kita
mengharapkan peningkatan kepercayaan akan validitaskeputusan yang dibuat oleh
beberapa orang daripada satu orang saja. Karena itu semakin besar kepercayaan
ini, maka seharusnya semakin besar penerimaan akan keputusan tersebut.
Pendapat
mengenai penerimaan dalam menggunakan kelompok untuk membuat keputusan pada
dasarnya merupakan pendapat mengenai perilaku. Perilaku mempunyai tiga komponen
yang konsisten-afektif-kognitif dan tingkah laku. Jika seorang kelompok, bukan
seorang individu, membuat keputusan, maka komponen afektif daripada anggota
terhadap keputusan tadi adalah positif. Para angota akan mempunyai perasaan
puas, karena telah terlibat dalam proses pembuatan keputusan tersebut. Demikian
juga, komponen kognitif dari perilaku terhadap keputusan seharusnya mendukung
pembuatan keputusan kelompok, karena orang akan meningkatkan pengertian dan
kepercayaan terhadap keputusan tersebut. Akhirnya, karena tiga komponen tadi,
paling tidak secara definisi, konsisten, maka komponen perasaan dan pikiran
dari perilaku terhadap keputusan tersebut seharusnya diikuti oleh tingkah laku
yang mempermudah penerapan penyelesaian tersebut.
Powell
dan Schlacter meneliti hubungan antara tingkat keikutsertaan dalam pembuatan
keputusan mengenai masalah orang yang
tidak masuk kerja dan perubahan tingkat jumlah orang yang tidak masuk kerja.
Mereka menemukan bahwa karyawan yang
tidak ikut serta dalam kelompok yang mengembangkan penyelesaian dari suatu
masalah, memperlihatkan kepuasan yang lebih besar dengan penyelesaian tersebut
dari pada karyawan yang menerima penyelesaian yang diteruskan begitu saja oleh
manajemen. Tingkat jumlah orang yang tidak masuk kerja bagi dua kelompok tadi
jumlahnya sama. Sebaliknya, Bragg & Andrews menemukan bahwa keikutsertaan
dalam membuat keputusan berkaitan dengan penurunan jumlah orang yang tidak
masuk kerja dan peningkatan produktifitas, dan dengan peningkatan kepuasan kerja.
Ketidak-konsistenan
yang dijelaskan dalam dua penelitian tadi, ditambah penelitian lain dalam
bidang ini, mencerminkan beberapa faktor. Diantaranya adalah masalah
metodelogi, variasi dalam jenis proses pembuat keputusan yang digunakan, dan
variasi pendapat individu mengenai kualitas keputusan akhir. Lebih mendasar
lagi, ketidak-konsistenan tadi mungkin juga melukiskan fakta yang sering kali
diabaikan: perilaku individu terhadap
sebuah keputusan hanyalah merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku kemudian.
Sebagai
contoh dari pengaruh sikap terhadap perilaku misalnya: salah satu anggota
kelompok pembuat keputusan merasa yakin keputusan kelompok tersebut tidaklah
baik. Hasilnya ia tidak merasa puas dengan keputusan tersebut atau dengan
interaksi kelompok yang menghasilkan. Pada saat yang sama individu tadi sangat
aktif menerapkan keputusan tersebut, karena keyakinan yang kuat bahwa promosi
yang dikehendakinya tergantung dari tingkah laku orang ini. Orang lain mungkin
merasa sangat puas dengan proses interaksi kelompok tersebut,tetapi selalu
gagal dalam menerapkannya. Bagi orang ini masalah tersebut hanyalah mempunyai
prioritas yang rendah.
Dalam
hal pendapat mengenai penggunaan kelompok untuk membuat keputusan dibandingkan
dengan seorang individu, kita harus meyimpulkan perbedaan antar individu dan
faktor individu situasi tidak memungkinkan pembuatan penyataan definitif mengenai penerapan yang lebih efektif dari
keputusan yang dihasilkan kelompok. Namun jika kepuasan merupakan tujuan, maka
pendapat bahwa keputusan kelompok lebih dikehendaki kelihatannya valid.
Singkatnya, bukti-bukti yang ada mendukung Cooke dan Kernaghan (1987) bahwa
kualitas dan penerimaan keputusan
kelompok dihasilkan oleh berbagai proses kelompok yang berbeda dan
hasilnya bisa saja tidak saling
berkaitan. Faktor –Faktor yang Mempertinggi Efektifitas
Pengambilan Keputusan oleh: Kelompok à Heywood
memberikan gambaran bahwa pemikiran banyak orang akan lebih baik daripada hanya
seorang. Namun, bukan berarti tidak ada
faktor yang menghambat ataupun mendukung keputusan yang diambil secara bersama
atau berkelompok. Oleh karena itu, seperti yang diungkapkan oleh Forsyth
keputusan yang diambil oleh banyak orang
lebih baik dari yang diambil secara individu, tetapi hanya kadang-kadang.
Ada beberapa faktor yang mendukung atau meningkatkan efektivitas pengambilan
keputusan secara kelompok yaitu: Interpendensi
Positif, artinya, para anggota
saling bergantung satu dengan yang lain secara positif. Keadaan demikian akan
terbentuk apabila para anggota kelompok mempresepsikan bahwa masing-masing
anggota saling terkait satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga seseorang
tidak dapat mencapai kesuksesan tanpa semua bertindak. Cara lainnya adalah
masing-masing anggota menyesuaikan usaha dirinya dengan usaha anggota lain
untuk menyelesaikan tugasnya.
Komentar
Posting Komentar